Assalamu'alaikum wr. wb.

Selamat Datang diblog nya Aditya Rizka..

Thursday, January 3, 2013

Hubungan Agama dan Adat


A.  Agama
 Sebagaimana dikemukakan oleh Thomas F. Odea, dari sudut teori fungsional agama didefinisikan sebagai: pendayagunaan sarana non-empiris atau supra-empiris untuk maksud- maksud non empiris atau supra-empiris( Odea. 1996: 13 ). Sedangkan ditinjau dari ajarannya seperti ditakrifkan oleh Prof. Whitehead adalah: suatu sistem kebenaran umum yang mempunyai akibat merobah perangai manusia jika segalanya itu dipegang teguh dan dilaksanakan dengan gembira(Iqbal, 1966: 32).
Teori fungsional memandang sumbangan agama terhadap masyarakat dan kebudayaan berdasarkan pada karakteristik pentingnya, yakni transendensi pengalaman sehari-harinya dalam lingkungan alam. Mengapa manusia membutuhkan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” atau dalam istilah Talcott Parsons, “referensi transendental”’sesuatu yang berada diluar dunia empiris ? Mengapa masyarakat harus membutuhkan berbagai kebutuhan praktek serta lembaga yang menyatukan dan melestarikan mereka ? Teori fungsional memandang kebutuhan demikian itu sebagai hasil dari tiga karakteristik dasar eksistensi manusia. Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian, hal yang sangat penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauannya. Dengan kata lain eksistensi manusia, ditandai oleh ketidakpastian. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk mempengaruhi kondisi hidupnya, walaupun kesanggupan tersebut kian meningkat, pada dasarnya terbatas. Pada titik dasar tertentu, kondisi manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat, dan suatu masyarakat merupakan suatu alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran. Di sini tercakup pembagian kerja dan produk. Ia membutuhkan kondisi imperatif, yakni suatu tingkat superordinasi dan sub-ordinasi dalam hubungan manusia. Kemudian masyarakat berada ditengah-tengah kondisi kelangkaan, yang merupakan ciri khas pokok ketiga dari eksistensi manusia. Kebutuhan akan suatu tatanan dalam kelangkaan yang menyebabkan perbedaan distribusi barang dan nilai, dan dengan demikian menimbulkan deprivasi relatif. Jadi seorang fungsional memandang agama sebagai pembantu manusia untuk menyesuaikan diri dengan ketiga fakta ini, ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan (dan dengan demikian harus pula menyesuaikan diri dengan frustasi dan deprivasi). Menurut teori fungsional, inilah karakteristik esensial kondisi manusia, karena itu sampai tingkat tertentu tetap ada disemua masyarakat. Agama dalam artian ini dipandang sebagai “mekanisme” penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur yang mengecewakan dan menjatuhkan.
Anggapan agama sebagai salah satu unsur inti dalam kebudayaan akan memberikan arti penting bagi manusia. Seperti halnya kebudayaan, agamapun dapat digambarkan sebagai suatu “rancangan dramatis”, yang berfungsi “untuk mendapatkan kembali sense of flux atau gerak yang sinambung dengan cara menanamkan pesan dan proses serrentak dengan penampilan tujuan, maksud dan historis. Agama sebagai mana kebudayaan, merupakan tranformasi simbolis pengalaman. Seperti halnya kebudayaan agama juga merupakan sistem pertahanan, dalam arti sebagai seperangkat kepercayaan dan sikap yang akan melindungi kita melawan kesangsian, kebimbangan dan agresi. Agama juga merupakan suatu sistem pengarahan(directive system) yang tersusun dari unsur-unsur normatif yang membentuk jawaban kita pada berbagai tingkat pemikiran, perasaan, dan perbuatan. Yang terakhir agama juga mencakup simbol ekonomi, ia menyangkut pengalokasian nilai-nilai simbolis dalam bobot yang berbeda-beda(Nelson dalam Odea, 1996: 216, 217).
Kuncoro mengemukakan bahwa semua aktifitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan, atau religious emotion. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Pokoknya emosi keagamaan menyebabkan sesuatu benda, suatu tindakan, atau suatu gagasan, mendapat suatu nilai keramat, atau sacred value, dan dianggap keramat. Demikian juga benda-benda, tindakan-tindakan, atau gagasan gagasan yang biasanya tidak keramat, yang biasanya profane, tetapi apabila dihadapi oleh manusia yang dihinggapi oleh emosi keagamaan, sehingga ia seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan, dan gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur yang lain, yaitu: sistem keyakinan; sistem upacara keagamaan; dan suatu umat yang menganut religi itu.
B.   Unsur-unsur Agama
1.    Unsur keyakinan atau kepercayaan
2.    Unsur penyembahan atau peribadatan (ritual)
3.    Unsur aturan atau tata cara peribadatan
4.    Respon yang bersifat emosionil dari manusia
C.  Tujuan Beragama dan Manfaat Beragama
Semua agama monoteisme mempunyai tujuan akhir sama, yaitu selamat, bahagia, dan sejahtera, hidupnya di dunia dan di akhirat (saa’datun fiddunnya wal akhirat). Jadi tujuan seorang beragama tidak hanya mengutamakan keselamatan hidup duniawi yang bersifat materi saja tetapi yang lebih penting lagi adalah keselamatan dan kebahagiaan hidup ukhrowi yang bersifat spiritual. Manfaat beragama antara lain :
1.    Agama mendidik manusia supaya mempunyai pendirian yang kokoh dan sikap yang positif
2.    Agama mendidik manusia supaya memiliki ketentraman jiwa
3.    Agama mendidik manusia berani menegakkan kebenaran dan takut untuk melakukan kesalahan.
4.    Agama adalah alat untuk membebaskan manusia dari perbudakan materi.

D.  Macam-macam Agama
1.    Agama samawi/agama wahyu ialah agama yang diterima oleh manusia dari Allah SWT melalui malaikat jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh rasulNya kepada umat. Contohnya : Islam, Yahudi dan Nasrani. Cirri-ciri agama ini adalah disampaikan oleh rasul, memiliki kitab suci, konsep kebenaran universal, ajarannya konstan/tetap dan diturunkan kepada masyarakat.
2.    Agama ardli/agama budaya adalah agama yang tumbuh dan berkembang melalui proses pemikiran, adat istiadat, dan budaya manusia. Contohnya hindu dan budha. Cirri-ciri agama ini adalah tidak disampaian oleh rasul, umumnya tidak memiliki kitab suci, konsep ketuhanannya animism, dinamisme, polyteisme, monoteisme, nisbi (relative), kebenarannya tidak universal, ajarannya berubah-ubah, tumbuh berkembang dalammasyarakat penganutnya.
E.   Adat
Menurut kamus umum bahasa indonesia adat mepunyai beberapa makna diataranya, adat diartikan sebagai cara(kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan. Yang kedua adat diartikan sebagai wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi satu sistem. Sedangkan berikutnya adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat( Kamus besar bahasa indonesia, 1988:5,6).
Sinonim dari istilah adat adalah tradisi, arti tradisi yang palig mendasar adalah traditum yaitu sesuatu yang diteruskan(transmitted) dari masa lalu ke masa sekarang, bisa berupa benda atau tindak laku sebagai unsur kebudayaan atau berupa nilai, norma, harapan, dan cita-cita. Dalam hal ini tidak dipermasalahkan berapa lama unsur-unsur tersebut dibawa dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Kriteria yang paling menentukan bagi konsepsi tradisi itu adalah bahwa tradisi diciptakan melalui tindakan dan kelakuan orang-orang melalui fikiran dan imaginasi orang-orang yang diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya(Skils dalam Sayogyo,1985:90).
Sesuatu yang diteruskan itu tidak harus sesuatu yang normatif. Kehadirannya dari masa lalu tidak memerlukan bahwa ia harus diterima dan dihayati. Tradisi yang diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya itu mencakup objek-objek kebendaan, macam-macam kepercayaan, “images” mengenai orang –orang, atau kejadian sosial, kebiasaan, dan adat lembaga sosial. Juga meliputi bangunan, monumen, patung, lukisan,buku-buku,alat-alat dan mesin. Dalam kebiasaan dan lembaga sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan-tindakan tertentu berpusat pada kelakuan berpola dalam kebudayaan, bagian yang ditranmisikan adalah pola yang secara tidak langsung menyatakan berbagai tindakan dan kepercayaan yang dibutuhkan serta yang mengatur atau melarang.
Adat bisa meliputi sistem nilai, pandangan hidup, dan ideologi. Sistem nilai budaya, merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam ala pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tersebut. Dalam tiap masyarakat, baik yang komplek maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lainnya berkaitan hingga merupakan satu sistem, dan sistem itu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan dan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.( Kuntjara, 1981: 190).
F.   Hubungan Adat dan Agama
Bila kita mengacu kepada apa yang disampaikan Kuncara Ningrat, bahwa adat istiadat meliputi : sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi. Sedangkan menurut C,Kluckhohn ada lima dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah: masalah mengenai hakekat dari hidup manuisia, masalah mengenai hakekat dari karya manusia, masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam dan waktu, masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan masalah hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Selanjutnya mengacu kepada lima dasar tersebut Kuncara menyimpulkan bahwa ada tujuh unsur yang dapat disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan didunia, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian(Kuncara, 1985:190.202. 204).
Dari unsur-unsur tersebut di atas nampak jelas pada kita bahwa sistem religi atau agama adalah merupakan salah satu unsur dari adat istiadat atau kebudayaan. Dengan demikian apabila kita kaitkan dengan definisi dari Odea dan Whitheid kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara agama dan adat atau budaya adalah hubungan komplementer, atau dengan kata lain bahwa agama atau religi adalah merupakan bagian dari kebudayaan.
Namun jika kita menengok pendapat lain yakni pendapat yang lebih khusus mengenai hubungan adat atau budaya dengan Islam, seperti yang disampaikan Sidi Gazalba bahwa apabila dikwalifikasi ayat-ayat Quran, ia dapat digolong- golongkan kedalam tujuh kultural universal atau cabang kebudayaan, yaitu: sosial, ekonomi, politik, ilmupengetahuan dan teknik, seni, filsafat, dan peribadatan. Memperhatikan cakupan ajaran islam tersebut, tidak mungkinlah dikatakan bahwa islam itu hanya agama. Ia lebih luas dari agama. Agama itu islam,tetapi Islam itu bukan agama saja. Semisal dengan: kerbau itu hewan tetapi hewan bukan hanya kerbau saja. Jadi bisa dikatakan Islam melingkupi kebudayaan, bukan kebudayaan melingkupi Islam(Gazalba, 1965: 40).

No comments:

Post a Comment