Assalamu'alaikum wr. wb.

Selamat Datang diblog nya Aditya Rizka..

Thursday, January 3, 2013

Peusijuek dalam Adat Aceh


A.  Pengertian Peusijuek
Peusijuek (bahasa Aceh) atau menepung tawari adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh yang masih dilestarikan sampai sekarang. Peusijuek dikenal sebagai bagian dari adat masyarakat Aceh. Peusijuek secara bahasa berasal dari kata sijuek (bahasa Aceh yang berarti dingin), kemudian ditambah awalan peu (membuat sesuatu menjadi), berarti menjadikan sesuatu agar dingin, atau mendinginkan. Peusijuek adalah prosesi adat yang dilakukan pada kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan masyarakat Aceh, seperti peusijuek pada upacara perkawinan, upacara tinggal di rumah baru, upacara hendak merantau, pergi/naik haji, peusijuek keureubeuen (kurban), peusijuek peremuan diceraikan suami, peusijuek orang terkejut dari sesuatu yang luar biasa (harimau, terjatuh dari pohon, kena tabrakan kendaraan yang mengucurkan darah berat), perkelahian, permusuhan, sehingga didamaikan.
Di samping itu peusijuek juga dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap seseorang yang memperoleh keberuntungan, misalnya berhasil lulus sarjana, memperoleh kedudukan tinggi dalam pemerintahan dan masyarakat, memperoleh penghargaan anugerah bintang penghargaan tertinggi, peusijuek kendaraan baru, dan peusijuek-peusijuek lainnya.

B.   Sejarah Peusijuek
Membicarakan sejarah peusijuek tidak terlepas dari sejarah Islamisasi Aceh. Islam masuk ke Aceh secara damai dibawa oleh para pedagang dari Arab sekitar abad ke-7 M. Para sejarawan sepakat bahwa Islam masuk ke Aceh secara damai, bukan dengan pedang atau penaklukan. Sehingga proses islamisasi di Aceh membutuhkan waktu yang panjang, menuju kesempurnaan ajaran Islam dalam masyarakat. Menurut sebagian sejarawan, islamisasi sudah mencapai kesempurnaan baru sejak masa Iskandar Muda, terutama masa Nuruddin ar Raniry, sebagian yang lain juga berpendapat bahwa islamisasi baru mencapai kesempurnaan jauh sebelum masa Sulthan Iskandar Muda, yaitu pada masa kerajaan Pasee, samudra Pasai.
Sebagian kebiasaan atau adat masyarakat Aceh yang dianggap tidak bertentangan dengan Islam masih dilestarikan dan diperbolehkan oleh para ulama pada zaman awal Islam di Aceh. Sebagian praktik-praktik animisme dan ajaran Hindu juga masih diizinkan untuk dipraktikkan dengan mengubah ritual-ritual tersebut sesuai dengan ajaran Islam.
Ini merupakan bukti bahwa Islam masuk ke Aceh dan Indonesia pada umumnya secara damai, bukan dengan pedang. Ini juga membuktikan bahwa ajaran Islam sangat elastis dan dapat membaur dengan berbagai peradaban dan budaya di dunia. Oleh karena itu tidak mengherankan bila kita mendapatkan adanya sebutan Islam Maroko, Islam Jawa, dan lain-lain, karena memang Islam dapat menerima dan menghargai budaya dan peradaban manusia dimanapun, sesuai dengan misinya Islam rahmatan lil „alamin. Islam di Indonesia bukan semata replika dari Islam Timur Tengah atau Asia Selatan, lebih dari itu ia merupakan tradisi intelektual dan spritual dari dunia muslim yang paling dinamis dan kreatif. Berdasarkan penelitiannya di Yogyakarta, peneliti Amerika, Woodword menilai bahwa Islam di Jawa pada dasarnya juga Islam bukan Hindu atau Hindu-Budha, sebagaimana dituduhkan kalangan muslim puritan dan banyak sejarawan antropolog (kolonial), Islam Jawa bukan merupakan penyimpangan dari Islam. Kemungkinan hal ini juga terjadi di wilayah-wilayah lain di Indonesia seperti Aceh. Sehingga tesis Woodword ini berlaku untuk beberapa wilayah di Indonesia yang masih mempertahankan tradisi Islam.
Peusijuek merupakan salah satu tradisi adat masyarakat Aceh yang telah berasimilasi dengan ajaran Islam, sehingga masih dipertahankan sampai saat ini. Di antara unsur yang telah diubah adalah mantra-mantra yang digunakan dalam prosesi peusijuek telah diganti dengan doa-doa yang berbahasa Arab. Pada masa Sultan Alaudin Riayat Syah, beliau mengundang 70 orang ulama besar terkemuka untuk menyusun qanun Syara al asyi guna menjadi pedoman dan pegangan bagi kalangan kerajaan, tentang kedudukan adat dalam syariat, di sinilah terjadi perubahan mantra-mantra menjadi doa-doa dalam peusijuek.
Perjalanan panjang peusijuek ini diwarnai berbagai hambatan, kaum reformis melalui organisasi PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) pada tahun 1939, yang dibentuk oleh Abu Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang berisikan ajakan kepada umat Islam di Aceh untuk meninggalkan amalan-amalan yang dianggap syirik dan tidak ada dasarnya dalam al Quran dan Hadist. Perselisihan ini terus berlanjut antar kaum reformis dan tradisionalis. Hingga pada tahun 1965, melalui sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pada saat itu, yaitu MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama), dikeluarkanlah suatu fatwa tentang larangan membahas masalah-masalah khilafiah (perbedaan pendapat) di tempat-tempat umum, di khotbah-khotbah, serta memberikan kebebasan menjalani pemahaman agama menurut keyakinan masing-masing.
Sampai sekarang, peusijuek masih terus bertahan dan dilestarikan keberadaannya oleh masyarakat Aceh, sebagai sebuah budaya Islam. Peusijuek masih dilakukan baik oleh perorangan maupun kelompok.

C.  Filosofi Peusijuek
Pada tingkat masyarakat biasa, peusijuek hanya merupakan kegiatan rutinitas adat biasa walau diyakini mesti dilaksakan. Kebanyakan masyarakat tidak memahami isi atau makna dari prosesi peusijuek tersebut. Biasanya prosesi peusijuek dilakukan oleh orang yang sudah tua atau dipandang memiliki kelebihan dalam masyarakat, sepert seorang Tengku (ustadz), atau Umi Chik. (Ustadzah), wanita yang sudah tua yang menguasai ilmu agama). Hanya orang-orang yang melakukan peusijuek tersebut biasanya yang memahami tujuan dan doa-doa yang dibacakan pada peusijuek. Tidak ada pengkaderan orang yang melakukan peusijuek tersebut, dan semakin hari semakin sulit dicari orang yang paham betul cara peusijuek dan mengetahui makna-makna simbolis dari peusijuek.
Terdapat tiga unsur penting dari peusijuek, antara lain :
1.    Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
a)        Dedaunan dan rerumputan, melambangkan keharmonisan, keindahan, dan kerukunan dan diikat menjadi satu sebagai lambang dari kekuatan.
b)        beras dan padi, melambangkan kesuburan kemakmuran, dan semangat.
c)        air dan tepung melambangkan kesabaran dan ketenangan.
d)        nasi ketan, sebagai pelekat, lambang persaudaraan
2.    Gerakan saat prosesi peusijuek
Gerakan-gerakan pada saat prosesi peusijuek sangat unik, gerakan-gerakan ini hampir menyerupai gerakan pada saat pemujaan-pemujaan dalam agama Hindu. Tetapi, gerakan ini terjadi hanya mengikuti arah memercikkan air dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri dan sesekali disilang. Banyak para Tengku berpendapat bahwa adanya kesamaan ritual peusijuek dengan praktik pemujaan dalam agama Hindu bukan berarti bahwa peusijuek tersebut adalah ritual agama Hindu. Karena ritual itu sendiri sangat berbeda baik dari segi tujuan, cara, dan isi dari peusijuek tersebut.
3.    Do’a yang dibacakan dan teumuntuek
Doa-doa yang dibacakan pada saat peusijuek merupakan doa-doa keselamatan, baik dalam Bahasa Arab maupun berbahasa Aceh. Doa-doa biasanya disesuaikan dengan momen dari peusijuek. Doa-doa tersebut meminta keselamatan, kedamaian dan kemudahan rizki dari Allah.
Teumetuek (pemeberian uang) dilakukan setelah semua prosesi peusijuek. biasanya yang melakukan peusijuek memberikan amplop berisi uang, dan diikuti kerabat-kerabat juga memberikan uang kepada yang dipeusijuek. Ini biasanya terjadi pada peusijuek perkawinan, calon jamaah haji dan khitanan.

D.  Tata Cara dan Perlengkapan Peusijuek
Tata cara pelaksanaan peusijuek dilakukan dengan urutan, pertama menaburkan beras padi (breuh padee), kedua, menaburkan air tepung tawar, ketiga menyunting nasi ketan (bu leukat) pada telinga sebelah kanan dan terakhir adalah pemberian uang (teumutuek). Tara cara ini umumnya hampir sama dalam setiap prosesi peusijuek, tetapi juga kadang-kadang terdapat beberapa perbedaan menurut kegiatan yang diadakan peusijuek tersebut.
Perlengkapan peusijuek antara lain :
1.    Dalong
Pada masyarakat Aceh, dalong mengandung makna bahwa mempelai yang dilepaskan akan tetap masih bersatu dalam lingkungan keluarga yang ditinggalkannya. Karena dalong merupakan satu wadah yang diisi dengan bermacam-macam alat peusijuek sehingga dianggap memiliki kebersamaan yang kuat yang tidak dapat dipisahkan.
2.    Bu leukat
Warnanya kuning ataupun putih. Makna dari ketan ini adalah mengandung zat perekat, sehingga jiwa raga yang di peusijuek tetap berada dalam lingkungan keluarga atau kelompok masyarakatnya. Warna kuning dari ketan merupakan lambang kejayaan dan kemakmuran, sedangkan warna putih melambangkan suci dan bersih. Maksudnya supaya yang di peusijuek dapat memberi manfaat yang lebih baik bagi orang lain dan yang di peusijuek dalam ketentraman menuju jalan yang benar.
3.    U mirah
Makna dari U mirah adalah sebagai pelengkap dalam kehidupan dan memberikan perpaduan yang manis.
4.    Breueh pade
maknanya adalah sifat padi itu semakin berisi makin merunduk, maka diharapkan bagi yang di peusijuek supaya tidak sombong bila mendapat keberhasilan dan peranan beras ialah sebagai makanan pokok masyarakat.
5.    Teupong taweu ngon ie
Makna dari pada teupong taweue dan air adalah untuk mendinginkan dan membersihkan yang di peusijuek supaya tidak akan terjadi hal-hal yang di larang oleh agama melainkan mengikuti apa yang telah ditunjukkan yang benar oleh agama.
6.    On sisikuek, manek manoe dan naleueng sambo
Ketiga jenis perangkat ini di ikat dengan kokoh menjadi satu, yang peranannya sebagai alat untuk memercikkan air tepung tawar. Makna tali pengikat dari semua perangkat tersebut untuk mempersatukan yang di peusijuek sehingga dapat bersahabat dengan siapapun dan selalu terjalin hubungan yang harmonis dan terbina. Sedangkan dari masing-masing perangkat dedaunan merupakan obat penawar dalam menjalankan bahtera kehidupan seperti mengambil keputusan dengan bermusyawarah dan berkepala dingin, bertanggung jawab dengan sepenuhnya dan dapat menjalin hubungan yang erat dengan siapapun.
7.    Glok
Peranannya sebagai tempat mengisikan tepung tawar yang sudah dicampur dengan air dan yang satu lagi digunakan sebagai tempat mengisi beras dan padi. Maknanya adalah jika yang di peusijuek tersebut melakukan aktivitas sebaiknya hasil yang didapatkan disimpan dengan sebaik-baiknya.
8.    Sangee
Berperan untuk menutup perlengkapan alat-alat tepung tawar. Maknanya untuk mengharap perlindungan supaya yang di peusijuek mendapat lindungan dari Allah SWT.

E.   Macam-macam Peusijuek
1.    Peusijuek Meulangga
Apabila terjadi perselisihan di antara penduduk, misalnya antara A dan B ataupun antara penduduk gampong (desa) A dengan penduduk gampong B serta perselisihan ini mengakibatkan keluar darah, maka setelah diadakan perdamaian dilakukan pula peusijuek. Peusijuek ini sering disebut dengan peusijuek meulangga. Pada upacara itu juga sering diberikan uang, yang disebut sayam (uang damai) yang jumlahnya menurut kesepakatan. Apabila perselisihan terjadi seperti tersebut di atas, tetapi tidak mengeluarkan darah, misalnya perkelahian, perdamaian dan upacara peusijuek dilakukan juga, tetapi tidak diberikan uang.
Pada peusijuek Meulangga alat-alat yang dibutuhkan seperti dalong, bu leukat, teumpo / u mirah, breueh pade, on sisijeuk, on manoe, naleueng sambo (ketiga-tiga diikat menjadi satu), teupong taweue, glok / cuerana, sangee dan ija puteh. (jika mengeluarkan darah). Biasanya apabila mencapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak, ikatan keluarga yang terjadi perselisihan akan menjadi kuat bahkan telah dianggap sebagai sanak saudara.
2.    Peusijuek Pade Bijeh
Acara peusijuek pade bijeh ini dilakukan oleh petani terhadap padi yang akan dijadikan benih (bibit) sebelum penyemaian di sawah. Tujuan daripada peusijuek ini mengandung harapan agar bibit yang akan ditanam mendapat rakhmat Allah SWT, subur dan berbuah banyak.
Perangkat alat dan bahan yang digunakan dalam upacara peusijuek ini adalah : on gaca, bak pineung, on kunyet, on nilam, on birah, naleueng sambo, sira, saka, boh kuyuen dan minyeuk ata. Peranannya adalah sebagai berikut :  On gaca (daun pacar), sifatnya tahan panas dan tahan dari segala penyakit, sedangkan maknanya adalah agar benih padi yang akan ditanami kuat dan tahan dari segala gangguan hama, seperti halnya daun pacara tersebut. Bak pineueng (pohon pinang), sifat asalnya tumbuh tegak dan kuat. Maknanya ialah agar benih padi tersebut akan tumbuh tegak dan kuat seperti halnya pohon pinang. On kunyet (daun kunyit), sifat asalnya tahan dari penyakit. Warnanya kuning dan buahnya bersih, maknanya ialah agar benih padi tersebut tahan dari segala serangan penyakit dan tumbuh subur seperti kunyit. On nilam (daun nilam), sifat asalnya apabila dibuat minyaknya harum sehingga orang banyak yang senang. Maknanya ialah agar padi tersebut memiliki bentuk daun nilam, buah padinya tumbuh subur. On birah (daun keladi), daunnya yang berwarna hijau dan tahan hujan, maknanya agar benih padi yang akan ditanam menjadi seperti daun keladi tersebut dan tahan dari gangguan hama. On naleueng sambo (daun rumput panjang), sifatnya kokoh dan teguh, akarnya kuat, sehingga tahan dari segala penyakit. Maknanya agar benih padi tersebut memiliki daya tahan dari gangguan serangan penyakit. Sira (garam). Sifat sira adalah asin dan dapat menghancurkan bibit penyakit. Maknanya adalah agar benih padi yang disemai memiliki sifat seperti garam, yaitu dapat menghancurkan penyakit yang hinggap pada padi, sehingga tumbuh dengan subur. Saka (gula). Sifat saka adalah manis. Maknanya adalah agar padi yang akan disemai dapat memberikan manfaat bagi orang yang menyemainya. Boh kuyuen (jeruk nipis) ; minyeuk ata (minyak wangi) dicampurkan dengan air putih sehingga menjadi harum. Maknanya ialah benih padi itu diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir, memerlukan wangi-wangian. Orang-orang yang menciumnya akan merasa senang dan segar. Demikian juga halnya dengan benih padi yang diperlakukan seperti bayi, supaya tumbuh subur dan banyak orang yang senang melihatnya. Asap keumeunyan (kemenyan), dibakar ketika padi menjelang direndam. Maknanya adalah agar padi dapat hidup dengan leluasa dan sempurna serta cepat berbuah.
Peusijuk menggunakan beberapa bahan yang memiliki makna tersendiri dalam adat peusijuk tersebut, seperti :
a)    Campuran air dan tepung tawar yang bertujuan agar sesuatu yang terkena percikan air tersebut tetap dalam kesabaran dan ketenangan. Seperti air campuran tersebut yang terus terasa dingin.
b)   Beras dan padi yang bertujuan agar dapat subur, makmur, semangat. Seperti taburan beras padi yang begitu semarak berjatuhan.
c)    Dedaunan yang dipakai untuk peusijuk, yaitu on manek, manou dan naleung sambo yang bertujuan melambangkan suatu ikatan yang terwujud dalam kesatuan hidup bermasyarakat. Seperti beberapa jenis dedaunan yang berbeda yang bersatu dalam suatu ikatan.
d)   Ketan yang bermakna sebagai lambang persaudaraan. Seperti halnya ketan yang selalu melekat dengan bahan lainnya.
3.    Peusijuek Tempat Tinggai
Setiap orang yang mendiami rumah baru, kebiasaannya dilakukan upacara peusijuek. Pelaksanaannya oleh beberapa orang terdiri dari tiga, lima orang dan seterusnya dalam jumlah ganjil. Upacara ini dimaksudkan untuk mengambil berkah agar yang tinggal di tempat ini mendapat ridha Allah mudah rezeki dan selalu dalam keadaan sehat wal'afiat. Pada upacara ini alat-alat yang digunakan adalah ; dalong, bu leukat, tumpo / u mirah, breueh pade, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo(ketiga yang terakhir di ikat menjadi satu), glok dan sangee.
4.    Peusijuek Peudong Rumoh
Rumah adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Oleh karena itu, kegiatan membangun rumah selalu dipilih pada hari baik. Demikian juga dalam memilih bahan-bahan rumah yang dianggap baik. Selanjutnya, membangun rumah atau sering disebut peudong rumoh diawali dengan upacara peusijuek. Yang di peusijuek biasanya adalah tameh (tiang) raja, dan tameh putroe serta tukang yang mengerjakannya (utoh) agar ia diberkati oleh Allah SWT. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk upacara peusijuek ini adalah : dalong, bu leukat, breueh pade, teupong taweue, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, ija puteh dan ija mirah, glok dan sangge.
5.    Peusijuek Keurebeuen
Bagi orang Islam yang mampu, sering memberikan kurban pada hari raya sesuai dengan hukum agama. Seekor hewan kecil (kambing atau domba) cukup untuk korban bagi seorang, sedangkan tujuh orang secara bersama-sama memberi korban seekor hewan besar (sapi). Perangkat yang digunakan dalam upacara peusijuek ini adalah sebagai berikut : dalong, boh manok meuntah, teupong taweue, breueh pade, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, minyeuk ata, suereuma, baja, ceureuemen, sugot, sikin cuko, gincu (lipstik), boh kayee (buah-buahan), tirai peunahan matahari, dan ija puteh (kain putih). Semua bahan, termasuk alat-alat adalah untuk merapikan tubuh domba oleh penyembelih (jagal) dipakai menurut kegunaannya masing-masing.
Menurut keyakinan masyarakat Aceh, bahan-bahan tambahan yang dipersiapkan untuk peusijuek tersebut seperti minyeuk ata, suereuma, baja, ceureuemen, sugot, sikin cuko, gincu, boh kayee, tirai peunahan matahari, dan ija puteh. Mempunyai makna dan fungsi di hari akhirat kelak. Di mana hewan yang diperuntukkan untuk korban tadi nantinya akan menjadi kenderaan di hari akhirat kelak dan fungsi dari bahan-bahan tersebut sebagai hiasan kenderaan.
6.    Peusijuek Kendaraan
Apabila seorang yang baru memiliki kendaraan ataupun angkutan lainnya, maka diadakan peusijuek. Hal ini dimaksudkan supaya kendaraan yang dipakai akan terhindar dari kecelakaan. Yang melaksanakannya satu orang atau pun tiga orang.
7.    Peusijuek Khitanan dan Orang Sakit
Peusijuek khitanan dilakukan terhadap anak yang akan dikhitan. Tujuannya mengharap dari Allah SWT agar proses khitanan bagi si anak berjalan lancar dan si anak cepat sembuh setelah dikhitan. Pada peusijuek ini, biasanya saudara-saudara si anak akan datang memberi semangat, kepadanya juga akan diberikan sejumlah uang dari oraang-orang yang datang menjenguknya pada saat peusijuek. Tujuannya agar si anak merasa bahagia dan tidak takut ketika dikhitan.
Begitu juga dengan peusijuek orang yang baru sembuh dari sakit, atau baru pulih dari kecelakaan dilakukan untuk mengembalikan semangat (puwoe roh) si sakit yang baru sembuh. Biasanya dilakukan terhadap orang-orang yang baru sembuh dari penyakit kronis atau kecelakaan berat.
Peusijuek ini dilakukan berulang-ulang secara bergiliran oleh sanak saudara si sakit yang baru sembuh. Umpamanya, peusijuek kalimpertama dilakukan oleh keluarga pihak perempuan, esoknya dilakukan oleh keluarga pihak pria, dan hari hari seterusnya oleh pihak keluarga lainnya. Orang yang datang pada peusijuek ini juga membawakan uang sebagai sedekah bagi orang yang dipeusijuek.
8.    Peusijuek Orang Naik Haji
Peusijuk orang naik haji ada yang dilakukan oleh saudara atau masyarakat kampung bila ada warga kampungnya yang akan naik haji. Tujuannya mendoakan agar orang yang akan naik haji tersebut bisa melaksanakan ibadah haji dengan sempurna. Prosesi acara peusijuek juga sama dengan peusijuek-peusijuek lainnya.
Beragam prosesi peusijuk ini masih dilakukan oleh masyarakat Aceh hingga sekarang, dengan tujuan mengharap keberkatan dari apa yang dipeusijuk. Sebuah kearifan yang patut untuk dipertahankan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang.

Hubungan Agama dan Adat


A.  Agama
 Sebagaimana dikemukakan oleh Thomas F. Odea, dari sudut teori fungsional agama didefinisikan sebagai: pendayagunaan sarana non-empiris atau supra-empiris untuk maksud- maksud non empiris atau supra-empiris( Odea. 1996: 13 ). Sedangkan ditinjau dari ajarannya seperti ditakrifkan oleh Prof. Whitehead adalah: suatu sistem kebenaran umum yang mempunyai akibat merobah perangai manusia jika segalanya itu dipegang teguh dan dilaksanakan dengan gembira(Iqbal, 1966: 32).
Teori fungsional memandang sumbangan agama terhadap masyarakat dan kebudayaan berdasarkan pada karakteristik pentingnya, yakni transendensi pengalaman sehari-harinya dalam lingkungan alam. Mengapa manusia membutuhkan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” atau dalam istilah Talcott Parsons, “referensi transendental”’sesuatu yang berada diluar dunia empiris ? Mengapa masyarakat harus membutuhkan berbagai kebutuhan praktek serta lembaga yang menyatukan dan melestarikan mereka ? Teori fungsional memandang kebutuhan demikian itu sebagai hasil dari tiga karakteristik dasar eksistensi manusia. Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian, hal yang sangat penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauannya. Dengan kata lain eksistensi manusia, ditandai oleh ketidakpastian. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk mempengaruhi kondisi hidupnya, walaupun kesanggupan tersebut kian meningkat, pada dasarnya terbatas. Pada titik dasar tertentu, kondisi manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat, dan suatu masyarakat merupakan suatu alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran. Di sini tercakup pembagian kerja dan produk. Ia membutuhkan kondisi imperatif, yakni suatu tingkat superordinasi dan sub-ordinasi dalam hubungan manusia. Kemudian masyarakat berada ditengah-tengah kondisi kelangkaan, yang merupakan ciri khas pokok ketiga dari eksistensi manusia. Kebutuhan akan suatu tatanan dalam kelangkaan yang menyebabkan perbedaan distribusi barang dan nilai, dan dengan demikian menimbulkan deprivasi relatif. Jadi seorang fungsional memandang agama sebagai pembantu manusia untuk menyesuaikan diri dengan ketiga fakta ini, ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan (dan dengan demikian harus pula menyesuaikan diri dengan frustasi dan deprivasi). Menurut teori fungsional, inilah karakteristik esensial kondisi manusia, karena itu sampai tingkat tertentu tetap ada disemua masyarakat. Agama dalam artian ini dipandang sebagai “mekanisme” penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur yang mengecewakan dan menjatuhkan.
Anggapan agama sebagai salah satu unsur inti dalam kebudayaan akan memberikan arti penting bagi manusia. Seperti halnya kebudayaan, agamapun dapat digambarkan sebagai suatu “rancangan dramatis”, yang berfungsi “untuk mendapatkan kembali sense of flux atau gerak yang sinambung dengan cara menanamkan pesan dan proses serrentak dengan penampilan tujuan, maksud dan historis. Agama sebagai mana kebudayaan, merupakan tranformasi simbolis pengalaman. Seperti halnya kebudayaan agama juga merupakan sistem pertahanan, dalam arti sebagai seperangkat kepercayaan dan sikap yang akan melindungi kita melawan kesangsian, kebimbangan dan agresi. Agama juga merupakan suatu sistem pengarahan(directive system) yang tersusun dari unsur-unsur normatif yang membentuk jawaban kita pada berbagai tingkat pemikiran, perasaan, dan perbuatan. Yang terakhir agama juga mencakup simbol ekonomi, ia menyangkut pengalokasian nilai-nilai simbolis dalam bobot yang berbeda-beda(Nelson dalam Odea, 1996: 216, 217).
Kuncoro mengemukakan bahwa semua aktifitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan, atau religious emotion. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Pokoknya emosi keagamaan menyebabkan sesuatu benda, suatu tindakan, atau suatu gagasan, mendapat suatu nilai keramat, atau sacred value, dan dianggap keramat. Demikian juga benda-benda, tindakan-tindakan, atau gagasan gagasan yang biasanya tidak keramat, yang biasanya profane, tetapi apabila dihadapi oleh manusia yang dihinggapi oleh emosi keagamaan, sehingga ia seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan, dan gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur yang lain, yaitu: sistem keyakinan; sistem upacara keagamaan; dan suatu umat yang menganut religi itu.
B.   Unsur-unsur Agama
1.    Unsur keyakinan atau kepercayaan
2.    Unsur penyembahan atau peribadatan (ritual)
3.    Unsur aturan atau tata cara peribadatan
4.    Respon yang bersifat emosionil dari manusia
C.  Tujuan Beragama dan Manfaat Beragama
Semua agama monoteisme mempunyai tujuan akhir sama, yaitu selamat, bahagia, dan sejahtera, hidupnya di dunia dan di akhirat (saa’datun fiddunnya wal akhirat). Jadi tujuan seorang beragama tidak hanya mengutamakan keselamatan hidup duniawi yang bersifat materi saja tetapi yang lebih penting lagi adalah keselamatan dan kebahagiaan hidup ukhrowi yang bersifat spiritual. Manfaat beragama antara lain :
1.    Agama mendidik manusia supaya mempunyai pendirian yang kokoh dan sikap yang positif
2.    Agama mendidik manusia supaya memiliki ketentraman jiwa
3.    Agama mendidik manusia berani menegakkan kebenaran dan takut untuk melakukan kesalahan.
4.    Agama adalah alat untuk membebaskan manusia dari perbudakan materi.

D.  Macam-macam Agama
1.    Agama samawi/agama wahyu ialah agama yang diterima oleh manusia dari Allah SWT melalui malaikat jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh rasulNya kepada umat. Contohnya : Islam, Yahudi dan Nasrani. Cirri-ciri agama ini adalah disampaikan oleh rasul, memiliki kitab suci, konsep kebenaran universal, ajarannya konstan/tetap dan diturunkan kepada masyarakat.
2.    Agama ardli/agama budaya adalah agama yang tumbuh dan berkembang melalui proses pemikiran, adat istiadat, dan budaya manusia. Contohnya hindu dan budha. Cirri-ciri agama ini adalah tidak disampaian oleh rasul, umumnya tidak memiliki kitab suci, konsep ketuhanannya animism, dinamisme, polyteisme, monoteisme, nisbi (relative), kebenarannya tidak universal, ajarannya berubah-ubah, tumbuh berkembang dalammasyarakat penganutnya.
E.   Adat
Menurut kamus umum bahasa indonesia adat mepunyai beberapa makna diataranya, adat diartikan sebagai cara(kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan. Yang kedua adat diartikan sebagai wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi satu sistem. Sedangkan berikutnya adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat( Kamus besar bahasa indonesia, 1988:5,6).
Sinonim dari istilah adat adalah tradisi, arti tradisi yang palig mendasar adalah traditum yaitu sesuatu yang diteruskan(transmitted) dari masa lalu ke masa sekarang, bisa berupa benda atau tindak laku sebagai unsur kebudayaan atau berupa nilai, norma, harapan, dan cita-cita. Dalam hal ini tidak dipermasalahkan berapa lama unsur-unsur tersebut dibawa dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Kriteria yang paling menentukan bagi konsepsi tradisi itu adalah bahwa tradisi diciptakan melalui tindakan dan kelakuan orang-orang melalui fikiran dan imaginasi orang-orang yang diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya(Skils dalam Sayogyo,1985:90).
Sesuatu yang diteruskan itu tidak harus sesuatu yang normatif. Kehadirannya dari masa lalu tidak memerlukan bahwa ia harus diterima dan dihayati. Tradisi yang diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya itu mencakup objek-objek kebendaan, macam-macam kepercayaan, “images” mengenai orang –orang, atau kejadian sosial, kebiasaan, dan adat lembaga sosial. Juga meliputi bangunan, monumen, patung, lukisan,buku-buku,alat-alat dan mesin. Dalam kebiasaan dan lembaga sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan-tindakan tertentu berpusat pada kelakuan berpola dalam kebudayaan, bagian yang ditranmisikan adalah pola yang secara tidak langsung menyatakan berbagai tindakan dan kepercayaan yang dibutuhkan serta yang mengatur atau melarang.
Adat bisa meliputi sistem nilai, pandangan hidup, dan ideologi. Sistem nilai budaya, merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam ala pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tersebut. Dalam tiap masyarakat, baik yang komplek maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lainnya berkaitan hingga merupakan satu sistem, dan sistem itu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan dan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.( Kuntjara, 1981: 190).
F.   Hubungan Adat dan Agama
Bila kita mengacu kepada apa yang disampaikan Kuncara Ningrat, bahwa adat istiadat meliputi : sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi. Sedangkan menurut C,Kluckhohn ada lima dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah: masalah mengenai hakekat dari hidup manuisia, masalah mengenai hakekat dari karya manusia, masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam dan waktu, masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan masalah hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Selanjutnya mengacu kepada lima dasar tersebut Kuncara menyimpulkan bahwa ada tujuh unsur yang dapat disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan didunia, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian(Kuncara, 1985:190.202. 204).
Dari unsur-unsur tersebut di atas nampak jelas pada kita bahwa sistem religi atau agama adalah merupakan salah satu unsur dari adat istiadat atau kebudayaan. Dengan demikian apabila kita kaitkan dengan definisi dari Odea dan Whitheid kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara agama dan adat atau budaya adalah hubungan komplementer, atau dengan kata lain bahwa agama atau religi adalah merupakan bagian dari kebudayaan.
Namun jika kita menengok pendapat lain yakni pendapat yang lebih khusus mengenai hubungan adat atau budaya dengan Islam, seperti yang disampaikan Sidi Gazalba bahwa apabila dikwalifikasi ayat-ayat Quran, ia dapat digolong- golongkan kedalam tujuh kultural universal atau cabang kebudayaan, yaitu: sosial, ekonomi, politik, ilmupengetahuan dan teknik, seni, filsafat, dan peribadatan. Memperhatikan cakupan ajaran islam tersebut, tidak mungkinlah dikatakan bahwa islam itu hanya agama. Ia lebih luas dari agama. Agama itu islam,tetapi Islam itu bukan agama saja. Semisal dengan: kerbau itu hewan tetapi hewan bukan hanya kerbau saja. Jadi bisa dikatakan Islam melingkupi kebudayaan, bukan kebudayaan melingkupi Islam(Gazalba, 1965: 40).