Assalamu'alaikum wr. wb.

Selamat Datang diblog nya Aditya Rizka..

Tuesday, October 9, 2012

Miscommunication...


Azan berkumandang, aku pun terbangun dari tidurku yang lelap, dan berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu’ lalu shalat. Setelah itu sayapun keluar dan duduk sejenak diteras rumah , matahari tersenyum cerah seakan dia mengetahui betapa bahagia nya aku karna hari ini adalah hari pertama menjalankan praktek klinik di salah satu rumah sakit yang ada di kota Banda Aceh. Saya sangat bahagia karna ini adalah pengalaman pertama dalam hidupku.

Jam pun menunjukan pukul 7.30 WIB, saya pun bergegas langsung menuju rumah sakit tempat saya menjalankan praktek klinik. Stelah tiba saya dan teman-temanku mengikuti apel dan diberi sedikit arahan. Kami akan belajar  disini selama 3 minggu, dan selama 3 minggu tersebut saya dan teman-teman satu tim ku kena diruang rawat inap. Minggu pertama dan kedua ku saat sedang praktek klinik kujalani dengan lancer. Teteapi di minggu ketiga saya mengalami sedikit masalah.

Saat itu, saya, amalina, arman dapat shiff pagi. Lalu saya, arman, amalina, serta di damping oleh seorang kakak perawat (kak N) akan memberikan obat kepada seorang pasien di kamar 1. Saat saya sedang melsayakan injeksi bolus, tiba-tiba seorang kakak perawat (kak C) datang ke kamar 1 dan memanggil saya. Setelah selesai melasanakan tugas saya, saya pun menemui kak N di depan kamar 1. Kak N yang berdiri dengan memegang sebuah status itu meminta saya untuk membawa pasien dikamar 2 keruang radiologi untuk foto thorak, “dek, tolong kamu antar pasien dikamar 2 ni ke ruang radiologi.” Sambil memberikan status yang dipegangnya kepada saya. Kemudian saya langsung mengambil kursi roda dan menemui pasien dikamar 2, karna melihat di status tersebut bernama Yahya, saya pun bertanya kepada pasien untuk lebih memastikan “pak yahya ?” Tanya ku singkat. Pasien tersebut mengangguk dan langsung naik ke kursi roda yang saya bawa. Saya langsung mendorong pasien ke ruang radiologi, tidak lama kemudian setelah selesai foto thorak, saya mengantar kembali pasien ke kamarnya. Saat melewati ruang perawat saya terkejut karna kak C berteriak pada saya “dek !! kenapa kamu bawa pasien itu !”. Saya hanya diam dan tetap mendorong pasien ke kamar nya. Ternyata dibelakang saya kak C mengikuti saya hingga ke kamar 2. Dan saat saya sedang membantu pasien kembali ke tempat tidurnya, kak C memarahi saya, dan terus mengomeli saya di depan keluarga pasien.

Tak lama kemudian CI (Clinical Instructor) saya memanggil saya ke ruang perawat. “kamu apa tidak mengenal pasien ? apa kamu tidak bisa membaca status pasien ? apa kamu tahu kalau dia itu pasien civil ! kenapa kamu bisa seceroboh ini ?” Tanya CI dengan nada yang keras dan membentak. Lalu saya menjawab “maaf bu, tadi kak C ini memanggil saya saat saya sedang melakukan injeksi bolus pada pasien dikamar 1, dan dia meminta saya membawakan pasien dikamar 2 ke ruangan radiologi. Saya sudah bertnya pada pasien di kamar 2 ‘pak yahya ?’ pasien itu mengangguk dan langsung naik ke kursi roda yang saya bawa bu”. Kak N yang tadinya sedang mendampingi kami di kamar 1 pun membenarkan kata-kata saya dan mengatakan kepada CI “iya bu, tadi kak C ini menunjukan pasien yang dikamar 2”. Lantas kak C pun langsung membantah dan mengatakan “tapi saya sudah memberikan status ke kamu !”. sempat terjadi sedikit perdebatan. Kemudian CI pun menghentikan perdebatan itu “udah cukup. Saya minta kamu adik siswa, tolong kamu kenali seluruh pasien diruang ini, kamu itu seharus nya sudah mengenal pasien-pasien disini dan tidak akan salah”. Saya hanya menundukan kepala tapi dalam hati saya, saya sangat kecewa dengan sikap kak C dan CI saya, karna menurut saya CI tersebut terlalu membela pegawai nya, dan sama sekali tidak berlaku adil. Semua kesalahan diberatkan ke saya. padahal Kak C itu adalah pegawai asli di rumah sakit tersebut, tapi dia bisa salah menunjukan pasien kepada saya, apa itu jauh lebih baik dari pada saya ? seharus nya dia lebih mengenal pasien-pasien diruang tersebut disbanding saya karna dia pegawai asli sedangkan saya hanya mahasiswa dan baru 2 hari diruang itu. Dan seharusnya juga kak C yang merupakan perawat diruangan itu terus mendampingi kami para mahasiswa yang sedang belajar, walau itu sekedar mengantar kan pasien.

Keesokan harinya saat saya baru saja tiba, belumpun saya meletakan tas saya CI sudah negur saya “sudah kamu kenali pasien.? Kamu ini wajah seperti tidak merasa bersalah. Wajah kamu itu sama sekali tidak ada ekspresi !” saya pun hanya tersenyum dan diam. Saya berharap suasana tidak akan menjadi semakin keruh. Kejadian ini adalah pengalaman yang tak terlupakan. Dan menjadi pembelajaran tersendiri bagi saya. saya berharap kedepannya para perawat bisa lebih profesional dan bertanggung jawab terhadap mahasiswa yang sedang menjalankan praktek klinik. saya juga berharap siapapun yang menjadi CI di rumah sakit saaat sedang ada mahasiswa praktek bisa lebih berlaku adil dan tidak membeda-bedakan. yang salah tetaplah salah, yang benar tetaplah benar. 

Pengkajian Sistem Tubuh (Jantung, Dada, Aksila, dan Abdomen)


A.     Pengkajian jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit sebelah kiri sternum (Elizabeth J. Corwin 2009 : 441). Sebelum melakukan pengkajian kita terlebih dahulu harus menyiapkan alat dan mempertimbangkan beberapa hal.
            1.      Alat :
a.    Stetoskop
b.   Timer

            2.      Pertimbangan umum  :
a.    Pakaian atas klien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.
b.   Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
c.    Tetap selalu menjaga privasi klien
d.   Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian jantung adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan  auskultasi.

            1.      Inspeksi  jantung
a.    Tanda-tanda yang diamati :
1)      bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris
Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, skoliosis atau kifoskoliosis 
Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
2)      Denyut pada apeks jantung
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial  dari linea midklavicularis sinistra
Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
Sifat iktus :
Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya lokal. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
Iktus hanya terjadi selama sistole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari sistole.
3)      Denyut nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta
Aneurisma aorta asenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi. Pulmonalis dan aneurisma aorta desenden .
4)      Denyut vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.
Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna.

            2.      Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
a.        Pemeriksaan iktus kordis
Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak
Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus
Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
b.       Pemeriksaan getaran / thrill
1)      Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung kongenital.
2)      Disini harus diperhatikan :
a)   Lokalisasi dari getaran
b)   Terjadinya getaran : saat sistole atau diastole
c)   Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
d)   Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung
c.       Pemeriksaan gerakan trakea
Pada pemeriksaan jantung, trakea harus juga diperhatikan karena anatomi trakea berhubungan dengan arkus aorta
Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trakea dan denyutan ini dapat teraba
            
            3.      Perkusi jantung
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung
a.       Batas kiri jantung
1)      Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2)      Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri
3)      Normal
Atas     : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri  (pinggang jantung)
  Bawah: SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)

b.      Batas kanan jantung
1)      Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2)      Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
3)      Normal
Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan
Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi perikardium dan aneurisma aorta.

            4.      Auskultasi  jantung
Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, yaitu :
a.       Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup    atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi       isometris dari bilik pada permulaan sistole
BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya  katup aorta dan pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
                  BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
b.      Bising jantung / cardiac murmur  

B.     Pengkajian Dada
            1.      Alat
a.       Baju periksa
b.      Selimut
c.       Stetoskop
d.      Pena
e.       Penggaris
f.       Handscoon
g.       Masker
            2.      Pertimbangan umum :
a.       Menjelaskan prosedur kepada klien
b.      Pastikan ruang periksa cukup terang dan hangat
c.       Mencuci tangan dan menggunakan handscoon serta masker
d.      Anjurkan klien untuk menanggalkan baju sampai ke pinggang dan mengenakan baju periksa

Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian dada adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan  auskultasi.
            1.      Inspeksi Dada
a.       Inspeksi dada posterior dan anterior
1)      Inspeksi penampilan, ekspresi, posisi klien, usaha bernafas, warna kulit, bibir, otot-otot yang digunakan, pergerakan dada dalam tiga bagian toraks.
2)      Hitung pernafasan selama 1 menit penuh, observasi laju pernafasan, ritme dan kedalaman siklus pernafasan.
3)      Minta klien untuk menarik nafas dalam dan observasi keterlibatan otot-otot bantu pernafasan.
4)      Inspeksi warna kulit dada, samakan dengan warna kulit tubuh bagian lainnya.
5)      Inspeksi konfigurasi dada.
6)      Inspeksi struktur skeletal.
7)      Inspeksi  ukuran payudara, kesimetrisa, dan bentuknya.
8)      Inspeksi kulit dari hiperpigmentasi, tetraksi atau kerutan akibat invasi tumor, hipervaskuler dan bengkak.

2.      Palpasi dada
a.       Palpasi daerah dada posterior dan anterior
1)      Gunakan telapak tangan untuk palpasi besarnya otot daerah posterior, scapula sampai dengan tulang rusuk ke-12 dan lanjutkan sejauh mungkin pada garis midaksila pada kedua sisi.
2)      Hitung jumlah rusuk serta sela interkostal tetap dekat pada garis vertebra.
3)      Palpasi tiap-tiap processus spinal dengan gerakan kearah bawah.

b.      Palpasi toraks posterior untuk mengukur ekspansi pernafasan
Letakkan tangan setingkat dengan tulang rusuk ke-8 sampai ke-10, letakkan kedua ibu jari dekat dengan garis vertebral dan tekan kulit secara lembut diantara kedua ibu jari, pastikan telapak tangan bersentuhan dengan punggung klien, mintalah klien untuk menarik nafas dalam. Pemeriksa seharusnya merasakan tekanan yang sama dikedua tangan dan tangan pemeriksa menjauhi garis vertebra, jarak kedua ibu jari normalnya 3-5 cm.
c.       Palpasi untuk menilai taktil fremitus
Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan diluar dinding dada saat klien bicara. Vibrasi paling besar dirasakan didaerah saluran nafas yang diameternya besar (trakea), dan hamper  tidak ada pada alveoli paru-paru. Gunakan daerah sendi metacarpophalangeal atau permukaan luar dari tangan saat pemeriksaan fremitus. Mintalah klien untuk mengulangi kata “Sembilan puluh sembilan atau tujuh puluh tujuh” normalnya vokal fremitus bilateral dan simetris.
d.      Palpasi pada bagian torak anterior
Mintalah klien untuk berbaring dan letakkan tangan pada dinding anterior tepat dibawah kosta, tekan kulit diantara ibu jari seperti pada waktu melakukan palpasi toraks posterior. Mintalah klien untuk menarik nafas dalam, amati pergerakan ibu jari dan tekanan yang dikeluarkan terhadap tangan pemeriksa. Palpasi untuk mengetahui taktil fremitus, gunakan sendi metacarpophalangeal, mintalah klien untuk mengucapkan “Sembilan puluh sembilan atau tujuh puluh tujuh” sama halnya dengan bagian anterior, normalnya vokal fremitus bilateral simetris dan menurun pada jantung dan jaringan mammae.
e.       Palpasi payudara dari masa dan pengeluaran cairan dari putting susu
Klien dapat berbaring atau duduk, lakukan palpasi bimanual pada payudara. Normalnya tidak ada massa, nodul atau pengeluaran cairan abnormal. Palpasi aerola dan putting susu untuk mengetahui adanya nyeri, massa, nodul atau aliran abnormal. Palpasi payudara pria untuk mengetahui adanya nyeri atau nodul.

      3.      Perkusi dada
Teknik perkusi dapat dipraktikkan pada setiap permukaan. Ketika mempraktikkan perkusi, dengarkan perubahan bunyi yang ditimbulkan oleh perkusi pada berbagai bagian tubuh. Singkatnya, gerakan terjadi pada pergelangan tangan. Gerakan mengetuk itu harus terarah, cepat, tetapi rileks dan sedikit memantul. (Lynn S. Bickley 2009 : 227-228)
a.       Perkusi toraks posterior dan anterior
Atur posisi klien, bantu klien untuk membungkuk kedepan sedikit dan melebarkan bahu. Mulailah perkusi pada daerah apeks paru-paru dan bergerak ke apeks paru-paru kanan. Perkusi sampai tulang rusuk yang paling bawah dan pastikan untuk melakukan sampai garis midaksila kiri dan kanan.

b.      Perkusi untuk menentukan pergerakan diafragma
 Mulailah perkusi pada sela interkostal ke-7 kearah bawah sepanjang garis skapula sampai batas diafragma, beri tanda pada kulit dengan pena. Mintalah klien untuk menarik nafas dalam dan menahannya, perkusi kembali kearah bawah dari kulit yang diberi tanda sampai terdengar lagi suara dullness. Beri tanda pada kulit untuk kedua kalinya, anjurkan klien untuk menarik nafas secara normal lalu keluarkan nafas sebanyak-banyaknya dan kemudian tahan nafas. Perkusi kearah atas sampai pemeriksa mendengar suara resonan, beri tanda dan anjurkan klien untuk bernafas secara normal. Setelah mendapat tiga tanda pada sepanjang garis skapula, ulangi hal yang sama pada sisi yang lain. Jarak antara tanda  nomor 2 dan 3 dapat berkisar antara 3-6 cm pada orang dewasa yang sehat.
Untuk perkusi daerah anterior, mulailah perkusi pada daerah apeks dan lanjutkan sampai setinggi diafragma, lanjutkan perkusi ke garis midaksila pada masing-masing sisi. Hindari perkusi diatas sternum, klavikula, tulang, dan jantung.
Pada klien wanita, mintalah klien untuk mengatur posisi payudaranya kesamping selama prosedur ini dilakukan.

            4.      Auskultasi
a.       Auskultasi posterior, meliputi :
1)      Bunyi nafas (bunyi paru). Bunyi nafas normal adalah vesikular, bronkovesikular, dan bronchial. Dengarkan bunyi nafas dengan menggunakan membran (diafragma) stetoskop sesudah meminta klien untuk menarik nafas melalui mulut yang terbuka. Gunakan pola yang dianjurkan untuk perkusi. Jika mendengar bunyi-bunyi yang abnormal, lakukan auskultasi pada daerah didekatnya agar dapat menjelaskan luasnya abnormalitas tersebut. Dengarkan sedikitnya satu siklus respirasi yang penuh pada setiap lokasi.
2)      Bunyi tambahan (adventitious sounds). Bunyi tambahan adalah cracles atau rales, mengi dan ronchi. Cracles dapat disebabkan oleh abnormalitas pada pada paru atau saluran pernafasan, bunyi ini dapat terdengar pada dasar paru di sebelah anterior sesudah ekspirasi maksimal. Mengi menunjukan penyempitannsaluran pernafasan. Ronchi menunjukan adanya secret dalam saluran nafas yang besasr.
3)      Bunyi suara yang ditransmisikan. Dengan stetoskop, dengarkan bunyi di daerah-daerah yang simetris pada dinding dada ketika :
a)      Meminta pada klien untuk mengucapkan “tujuh-tujuh.” Normalnya, bunyi yang ditransmisikan melalui dinding dada akan terdengar seperti terendam dan tidak jelas.
b)      Meminta klien untuk mengatakan “iii.” Akan terdengar bunyi normal I yang terendam.
c)      Meminta klien untuk membisikan kata “tujuh-tujuh.” Suara yang dibisikan itu secara normal akan terdengar samar-samar dan tidak jelas jika suara tersebut dapat didengar.

b.      Auskultasi anterior
Dengarkan dada di sebelah anterior dan lateral ketika klien melakukan pernafasan dengan mulut terbuka yang agak lebih dalam daripada pernafasan normal. Bandingkan daerah-daerah paru yang simetris, dengan menggunakan pola yang dianjurkan untuk perkusi dan lanjutkan pemeriksaan auskultasi ini ke daerah-daerah di sekitarnya sebagaimana diperlukan.


C.     Pengkajian Aksila
Dalam pengkajian aksila hanya digunakan teknik inspeksi dan palpasi. Serta handscoon.
            1.      Inspeksi aksila
a.       Ruam
b.      Infeksi
c.       Pigmentasi yang abnormal

            2.      Palpasi aksila
a.       Minta klien agar rileks dengan lengan kiri tergantung. Bantu klien menahan tangannya dengan salah satu tangan pemeriksa, lalu yang satunya lagi coba menjangkau apeks aksila setinggi-tingginya dengan posisi jari tangan dirapatkan. Jari-jari tangan berada langsung dibawah muskulus pektoralis dengan mengarah ke daerah midklavikula.
b.      Tekan jari tangan ke dinding dada dan kemudian gerakan kebawah dengan mencoba meraba nodus limfatikus sentral pada dinding dada.
c.       Jika nodus limfatikus sentralnya teraba besar, keras, dan nyeri tekan atau jika terdapat kecurigaan lesi pada daerah drainase getah bening untuk nodus limfatikus aksilaris, lakukan palpasi untuk meraba kelompok nodus limfatikus aksilaris yang lain.


D.     Pengkajian abdomen
        1.      Alat
a.       Stetoskop
b.      Selimut
c.       Baju periksa
d.      Timer

       2.      Pertimbangan umum
a.       Klien dalam keadaan rileks
b.      Kandung kemih harus kosong.
c.       Klien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut.
d.      Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakkan tangan diatas kepala.
e.       Ajaklah klien berbicara bila perlu dan mintalah klien untuk menunjukan daerah nyeri.
f.       Perhatikanlah ekspresi dari muka klien selama pemeriksaan

Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian abdomen adalah inspeksi, auskultasi, perkusi, dan  palpasi.
      1.      Inspeksi abdomen
a.       Mintalah klien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.
b.      Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
c.       pemeriksa berdirilah pada sisi kanan klien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakan abnormal.
d.      Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus
e.       Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta klien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada klien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
f.       Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
g.       Mintalah klien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.
  
      2.      Auskultasi abdomen
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit. Cara auskultasi :
a.       Mintalah klien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
b.      Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta klien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
c.       Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
d.      Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
e.      Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.

      3.      Perkusi abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
a.       Perkusi batas hati
1)      Posisi klien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan klien
2)      lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
3)      Ukur jarak antara subkostae kanan kebatas bawah hati. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
b.      Perkusi lambung
1)   Posisi klien tidur terlentang
2)   Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)   Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
4)   Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
c.       Perkusi ginjal
1)      Posisi klien duduk atau berdiri.
2)      Pemeriksa dibelakang klien
3)      Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan kanan
4)      Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri

4.   Palpasi abdomen
a.       Palpasi hati
1)      Posisi klien tidur terlentang.
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien.
3)      etakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/dada kanan posterior klien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekanlah kearah atas.
4)      Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior klien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
5)      Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan atas.
6)      Minta klien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
b.      Palpasi kandung empedu
1)      Posisi klien tidur terlentang
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)      letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior klien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
4)      Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior klien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
5)      Kemudian tekan lembut ke dalam dan atas.
6)      Mintalah klien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
7)      Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
8)      Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta klien untuk menarik napas dalam selama palpasi.
c.       Palpasi limpa
1)      Posisi klien tidur terlentang
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)      Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri klien dan tekanlah keatas
4)      Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
5)      Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta klien untuk menarik nafas dalam.
6)      Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa.
7)      Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi klien berbaring miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
d.      Palpasi aorta
1)      Posisi klien tidur terlentang
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)      Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan
4)      Palpasi dengan perlahan namun dalam kearah abdomen bagian atas tepat garis tengah.