A.
Pengertian
Menurut
(Niluh Gede Yasmin Asih, 2003) Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular
yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara
(airbone). Menurut (Imran Somantri, 2007) tuberkulosis paru-paru merupakan
penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini juga dapagt menyebar ke bagian tubuh
lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus linfe.
Menurut
(Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi
saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang
biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu
individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau
alveolus, kuman juga dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti
susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut
(Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi granulomatosa kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis (tipe manusia), suatu basil tahan asam (BTA). Jenis lainnya
meliputi M. Bovis (sapi) dan
mikobakterium altipis misalnya M. Avium
intracellulare dan M. Kansasii.
Menurut
(Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang terutama
disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosi.
B.
Penyebab
(etiologi)
Mycobacterium tuberkulosis merupakan
jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm.
Sebagian besar komponen M. Tuberkulosis adalah
berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan
terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob
yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di daerah
apeks paru-paru yanag kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
C.
Manifestasi
Klinis
Pada
banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis. Pada individu
lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak
dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun gejala dapat
timbul pada individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu setelah
terpajan oleh basil. Gambaran klinik
tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gejala
respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala
batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk
darah
Darah
yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak
napas
Gejala
ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri
dada
Nyeri
dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala
Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan
gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
dengan influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang
masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala
sistemik lain
Gejala
sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
D.
Patofisiologi
Individu
rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan
mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem
limfe dan aliran darah ke bagaian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun
tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri, limposit spesifik- tuborkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi dua sampai sepuluh minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan
baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup
dan yang sudah mati di kelilingi oleh makropag yang membentuk dinding protektif
granulomas diubah menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa
fibrosa ini di sebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan makropag) menjadi
nekrotik, membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami kalsifikasi,
membentuk sekar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit
aktif.
Setelah
pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam
kasus ini, tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju kedalam bronki.
Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut.
Paru – paru yang terinfeksi lebih membengkak mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel, dan selanjutnya.
Kecuali proses
tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah ke
hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya
supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 %
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
Skema Patofisiologi Tuberkulosis Paru
E.
Diagnosa
Keperawatan
1. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat,
penurunan kerja silia/statis sekret, kerusakan jaringan, penurunan
pertahanan/penekanan proses inflamasi, malnutrisi, terpajan lingkungan.
2. Bersihan
jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, eema trakeal/faringeal. Ditandai dengan frekuensi
pernafasan, irama, kealaman tak normal, bunyi nafas tak normal (ronki, mengi),
stridor, dipsnea.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/produksi sputum, anoreksia, tidak cukup sumber keuangan. Ditandai dengan
berat badan dibawah 10%-20% ideal untuk bentuk tubuh dan berat, melaporkan
kurang tertarik terhadap makanan, gangguan sensasi pengecap, tonus otot buruk.
Referensi
Asih,
Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan
Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC
Baughman,
Diane C. (2000). Keperawatan Medikal
Bedah : Buku Saku dari Brunner dan Suddart. Jakarta : EGC
Brooker
Chris. (2009). Ensiklopedia Keperawatan.
Jakarta : EGC
Corwin,
Elizabeth J. (2009). Patofisiologi : Buku
Saku. Jakarta : EGC
Doenges,
Marlynn E. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Somantri,
Imran. (2007). Keperawatan Medikal Bedah
: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta
: Selemba Medika